Jumat, 02 Oktober 2015

Outbound siswa/i SDI Teladan Al-Chasanah
Outbound adalah sebuah kegiatan yang dilakukan di alam terbuka (Outdoor) dengan melakukan beberapa simulasi permainan (Out bound Games) baik secara individu maupun perkelompok. Outbound training adalah bentuk pembelajaran perilaku kepemimpinan dan manajemen di alam terbuka dengan pendekatan yang unik dan sederhana tetapi efektif karena pelatihan ini tidak sarat dengan teori-teori melainkan langsung diterapkan pada elemen-elemen yang mendasar yang bersifat sehari-hari, seperti saling percaya, saling memperhatikan serta sikap proaktif dan komunikatif. Alam Indonesia yang kaya menyediakan sumber belajar yang tidak akan pernah habis digali. Dimensi alam sebagai obyek pendidikan bisa menjadi laboratorium sesungguhnya dan tempat bermain yang mengasyikan dengan berbagai metodenya.
Istilah Outbound berasal dari kata Outward Bound. Outbound adalah sebuah ide pendidikan inovatif yang dikreasikan oleh Kurt Hahn. Kurt Hahn adalah seorang berkebangsaan Jerman yang lahir di Berlin pada tanggal 5 Juni 1886. Ide Kurt Hahn kini telah bertahan dan berkembang selama lebih dari enam puluh tahun.
Tujuan utama kegiatan outbound ini disamping untuk mengisi waktu liburan, Outbound juga bermanfaat sebagai sarana yang dapat meningkatkan kebersamaan dan kekompakan team (Team Building). Selain mengembangkan kemampuan apresiasi atau kreativitas dan penghargaan terhadap perbedaan dalam sebuah kelompok juga memberikan kontribusi memupuk jiwa kepemimpinan, kemandirian, keberanian, percaya diri, tanggung jawab dan empati yang merupakan nilai dasar yang harus dimiliki setiap orang. Yang diterjemahkan melalui experiential learning yang akan memberikan pengalaman langsung kepada peserta pelatihan dengan simulasi permainan. Peserta langsung merasakan sukses dan gagal dalam pelaksanaan tugas.
Di Indonesia sendiri kegiatan Outbound ini pun telah dijadikan sebagai kegiatan yang rutin untuk dilakukan di beberapa instansi pemerintah, perusahaan swasta, sekolah, dan lembaga lainnya. Outbound merupakan salah satu metode pembelajaran modern yang memanfaatkan keunggulan alam. Para peserta yang mengikuti outbound tidak hanya dihadapkan pada tantangan intelegensia, tetapi juga fisik dan mental. Dan ini akan terus terlatih menjadi sebuah pengalaman yang membekali dirinya dalam menghadapi tantangan yang lebih nyata Outbound merupakan salah satu metode pembelajaran modern yang memanfaatkan keunggulan alam. Para peserta yang mengikuti outbound tidak hanya dihadapkan pada tantangan intelegensia, tetapi juga fisik dan mental. Dan ini akan terus terlatih menjadi sebuah pengalaman yang membekali dirinya dalam menghadapi tantangan yang lebih nyata dalam persaingan di kehidupan sosial masyarakat. dalam persaingan di kehidupan sosial masyarakat. Outbound sepertinya sudah menjadi kegiatan yang favorit. Fakta Ini dapat dikatakan luar biasa karena begitu banyak metode pendidikan yang muncul dan tenggelam selama periode ini
. Outbound sendiri dibagi oleh beberapa kelompok macam kegiatan salah satunya adalah moving bomb dan game pipa bocor.
Game Toxic Waste / Moving Bomb
Bentuk Permainan: Kelompok berusaha memenuhi ember besar yang diletakkan ditengah lingkaran racun dengan menggunakan ember kecil. Cara menuangkannya, ember yang berisi air hanya boleh diangkat dengan menggunakan tali yang telah disediakan. Saat melakukan evakuasi, anggota badan tidak boleh melewati batas aman dari daerah yang telah ditentukan.

Tujuan: Menggali nilai-nilai dasar integritas. Dalam permainan ini banyak sekali peluang dimunculkannya sifat tidak jujur (cheating). Observer kami akan memantau tanpa peserta sadari yang kemudian akan di bawa kedalam sesi de-brief dan general review.
Game Pipa Bocor
Tujuan permainan ini adalah mengatasi berbagai masalah.
Alat bantu dalam permainan ini meliputi pipa bocor, penyangga, ember, gelas aqua, bola pimpong.
Prosedur dalam permainan ini adalah :
Masing-masing kelompok diminta berlomba mengeluarkan bola pimpong yang ada dalam pipa bocor dengan menggunakan air.
Cara menuangkan air ke dalam pipa hanya boleh menggunakan gelas aqua yang telah disediakan dengan waktu yang telah ditentukan
Pemaknaan dalam permainan ini adalah kerjasama kelompok, strategi menyelesaikan masalah dan kepemimpinan.

Ratusan Siswa/i Al-Chasanah Ikuti Manasik Haji

 

MANASIK : Siswa/i TK, SDI, SMP, SMA dan SMK Al-Chasanah melaksanakan latihan manasik haji di komplek Yayasan Pendidikan Al-Chasanah dan sekitar lingkungan Tanjung Duren.
Berbarengan dengan momentum penyelanggaraan ibadah haji 2015, ratusan siswa/i Al-Chasanah mengikuti pelatihan manasik haji di komplek Yayasan Pendidikan Al-Chasanah dan sekitar lingkungan Tanjung Duren.
Kegiatan ini merupakan pembelajaran outdoor  untuk memberi pengalaman belajar langsung kepada siswa/i. Saat bimbingan, para siswa/i diberi pembekalan mulai dari tempat berniat sampai kegiatan puncak pelaksanaan ibadah haji.

“Kegiatan ini rutin dilaksanakan tiap tahun berbarengan dengan musim haji. Misalnya anak pengalaman bertemu tetangga atau ada keluarga yang berangkat haji, jadi anak-anak ini akhirnya menjadi tahu dan memahami aktivitas apa yang dilakukan orang saat berhaji,” ujar Ketua Pelaksana Pelatihan Manasik Haji Bersama Bapak. M. Taufan, S.Pd.
“Kami juga mengharapkan kerja sama dari para orangtua, agar dapat mendukung putra/i nya untyk mengikuti kegiatan manasik ini karena ini merupakan bekal Agama untuk kehidupan mereka di masa mendatang,” ujarnya.

Peringatan HUT RI ke-70di Yayasan Pendidikan Al-Chasanah



 Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-70 di Yayasan Pendidikan Al-Chasanah kemarin bertambah semarak. Pasalnya, kegiatan yang digelar di Lapangan utama Yayasan Pendidikan Al-Chasanah tersebut dimeriahkan oleh beberapa tampilan, salah satunya Marching band.
Tak kurang dari 50 siswa yang tergabung dalam Group Marching band Al-Chasanah (GMA) menunjukan kebolehannya. GMA yang beranggotakan para siswa SMP, SMK dan SMA ini tampil mengiringi tim Paskibra YP. Al-Chasanah dalam Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-70.
Group marching band ini memang dibentuk selain sebagai salah satu ektrakurikuler juga untuk mengiringi upacara-upacara bendera yang diadakan di lingkungan Yayasan Pendidikan Al-Chasanah.
Saat ini GMA pun telah memiliki grup junior yang terdiri dari para siswa SDI Teladan Al-hasanah. Mereka rutin melaksanakan latihan seminggu dua kali, hari Jumat dan Sabtu di Aula Ratu Sitti milik Yayasan Pendidikan Al-Chasanh. Untuk persiapan tampil di upacara peringatan HUT RI ke-70 ini, mereka telah berlatih selama tiga bulan. 

Ektrakurikuler ini diharapkan dapat menjadi sarana penyaluran minat siswa/i di bidang seni dan semoga ke depannya bisa terus berkembang, bisa mengikuti event-event marching band tingkat kota dan nasional. Sehingga bisa jada wadah bagi siswa/i untuk berpretasi.
IN
SEKOLAH MILIK SIAPA ???

Tulisan ini mempertanyakan sekolah ini milik siapa ?
Sebagian besar masyarakat tentu akan menjawab ‘sekolah hanya milik orang kaya’ yang memiliki banyak uang, sehingga mampu membayar biaya sekolah yang sangat mahal. Namun saat ini saya tidak akan membicarakan sekolah mahal yang membuat warga miskin tidak mampu menikamati pendidikan.
Tulisan ini akan menjelaskan bahwa meskipun orang kaya dan miskin diberi kesempatan untuk sekolah disekolah yang sama, namun keberadaan siswa miskin ternyata hanya mendapatkan sedikit apresiasi selama proses pembelajaran. Sekolah hanya memperhatikan kepentingan dan kebutuhan orang-orang kaya dan masalah ini hampir tidak menjadi perhatian banyak orang.
Beberapa buku pelajaran SD yang beredar di pasaran dapat menjadi contoh nyata bahwa banyak kehidupan orang kaya yang dijadikan contoh untuk memperjelas materi pelajaran. Kehidupan orang kaya selalu ditampilkan dalam tulisan maupun gambar. Dalam buku pelajaran sering kita melihatkalimat seperti “Ayah sedang membaca koran”, “Budi bertamasya ke Kebun Binatang”, “Ayahku bekerja di kantor”, “setiap hari libur Aku membantu Ayah mencuci mobil”, dan sebagainya. 

Penggnaam kata ‘Aku’ pada beberapa contoh kalimat diatas seolah memposisikan bahwa siswa yang membaca berasal dari keluarga kaya. Siswa dari keluarga miskin tentu saja tidak memiliki kebiasaan mencuci mobil setiap hari libur. Ayah mereka juga jarang yang membaca koran di rumah, contoh tersebut jelas menunjukan bahwa buku pelajaran sekolah lebih banyak digunakan untuk megenalkan aktivitas orang kaya. Lalu, dimana kehidupan orang miskin dalam buku tersebut ? disadari atau tidak, ternyata kehidupan orang miskin hanya menjadi bahan cerita saja, mereka dijadikan objek dianggap sebagai “orang lain”. Sebagai contoh, gambar atau cerita mengenai petani, sedikit diceritakan dari sudut pandang orang pertama (menggunakan lkata “Aku”). Petani hampir selalu diposisikan sebagai orang ketiga.
Dalam buku pelajaran sedikit dijumpai kalimat yang berbunyi “Ayah pulang dari Sawah”, “Ayah ku berangkat ke Sawah”, “setiap hari ayahku mencangkul di sawah”, “Ayahku bekerja sebagai pengembala sapi”, “setiap hari Ayahku harus mencari rumput”, “sawahku sangat subur dan hijau karena ayahku rajin bekerja di sawah”, dan sebagainya.
Gambar “tukang becak” misalnya, tidak pernah digunakan untuk mencertakan kehidupan keluarga. Kalmat “Ayahku adalah seorang tukang becak”, “Ayahku bekerja sebagai pemulung’’, atau “Ayahku seorang pedagang asongan”, jarang dijumpai dalam buku pelajaran. “pekerjaan Ayah” dihubungkan dengan pekerjaan kantoran, dilengkapi dengan gambar seorang yang mengenakan dasi, sepatu dan membawa koper.

Beberapa buku memuat gambar Ayah yang berangkat ke kantor mengendarai mobil. Lalu dimana “Anak Petani”, “Anak tkang becak” dan “Anak pemulung” berada ? mereka dianggap berada di luar sana, jauh dari sekolah, atau “mereka tidak mungkin berada di ruang-ruang kelas ini, sehingga tidak perlu diceritakan. Kehidupan orang miskin selah hanya diposisikan sebagai sebuah hiburan, tontonan, bahan cerita, bahan puisi dan cukup diceritakan saja. Budaya mereka hanya jadi pelengkap dan penghias buku pelajaran.maka panaslah kita mempertanyakan kembali, sekolah ini sebenarya milik siapa ? Jika sekolah untuk semua golongan, mengapa materi peljaran di sekolah banyak menggambarkan kehidupan orang kaya saja.